Translate

Rabu, 20 Maret 2013

kOmpetensi Siswa SMA-- BAB I dan BAB II

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Pemahaman yang benar tentang perkembangan siswa akan membantu pendidik untuk memberi perlakuan yang tepat pada siswa. Perkembangan siswa pada dasarnya adalah perubahan yang terjadi dalam seluruh dimensi yang ada dalam diri siswa yakni dimensi fisik, dimensi psikologi, dimensi sosial, dimensi kognitif (berpikir), dan dimensi spiritual.
Dimensi perkembangan fisik, psikologi, sosial, kognitif, spiritual berhubungan erat satu sama lain. Perubahan dalam satu dimensi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh dimensi lain. Perkembangan dalam satu dimensi dapat membatasi atau memfasilitasi perkembangan pada dimensi-dimensi lainnya.
Dimensi-dimensi perkembangan tersebut berhubungan satu sama lain, pendidik seharusnya menyadari betul hal ini dan menggunakan kesadaran ini untuk mengorganisasikan pengalaman belajar siswa, membantu siswa berkembang secara optimal dalam semua dimensi perkembangan dirinya. Sebagai pendidik, misalnya kesadaran akan adanya hubungan antar semua bagian perkembangan ini, bermanfaat untuk perencanaan kurikulum untuk siswa sebagai usaha untuk membantu mengembangkan pemahaman konseptual yang dapat diaplikasikan pada mata pelajaran yang dipelajari.
Perkembangan siswa berlangsung dalam sebuah tahapan yang relatif teratur dimana kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan siswa terbangun atas kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan siswa sebelumnya. Riset perkembangan manusia menunjukkan bahwa tahapan-tahapan pertumbuhan dan perubahan anak usia 9 tahun pertama rentang kehidupan relatif stabil dan dapat diprediksikan tahapannya.
Perubahan yang terjadi pada setiap tahapan meliputi perkembangan fisik, psikologi, sosial, kognitif, dan spiritual. Pengetahuan mengenai perkembangan yang terjadi pada siswa akan membantu para orang tua atau pendidik untuk mempersiapkan lingkungan belajar dan merencanakan tujuan kurikulum yang realistik dan pengalaman belajar yang tepat menurut perkembangan siswa.
Proses pendidikan yang bermutu akan membuahkan hasil pendidikan yang relevan. Pembangunan kualitas pendidikan yang optimal diharapkan akan mencapai keunggulan sumber daya manusia yang dapat mengetahui pengetahuan, keterampilan, dan keahlian sesuai dengan teknologi yang terus berkembang.
Permasalahan yang menyangkut pengembangan kompetensi siswa perlu diarahkan dan dipikirkan bersama termasuk pemecahan masalah yang dihadapi. Dengan adanya alasan tersebut, maka penulis memilih judul Kajian Tentang Kompetensi Siswa di Sekolah Menengah Atas Al-Hikmah Surabaya sebagai objek penelitian.

1.2 Rumusan Masalah
Pada bab ini penulis membuat rumusan masalah yang terjadi permasalahan dalam pengembangan kompetensi siswa di Sekolah Menegah Atas Al-Hikmah Surabaya. Dari permasalahan ini dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana kompetensi siswa di Sekolah Menengah Atas Al-Hikmah Surabaya?.
  1. 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
  1. 3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penulis pada proyek akhir ini adalah untuk mengetahui kompetensi siswa di Sekolah Menengah Atas Al-Hikmah Surabaya.

  1. 3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian dapat diberikan sebagai berikut :
  1. Manfaat bagi penulis
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi penulis, guna meningkatkan wawasan berpikir yang nantinya diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi masayarakat umumnya dan bagi sekolah khususnya.
  1. Manfaat bagi sekolah
Memberikan gambaran dan masukan kepada sekolah agar dapat mengetahui sejauh mana pentingnya kompetensi siswa yang telah dipakai sebagai pertimbangan kebijakan yang berhubungan dengan Sekolah Menengah Atas Al-Hikmah Surabaya yang akan datang.
  1. Manfaat bagi Politeknik NSC dan ilmu pengetahuan
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai bahan pustaka untuk pertimbangan apabila menghadapi masalah yang sama, sehingga relevansi antara teori dan praktek dapat dibuktikan kebenarannya, serta sebagai saran untuk memperluas pengetahuan dan informasi bagi pembaca mengenai sejauh mana kompetensi siswa di sekolah.

1.4 Batasan Permasalahan
Mengingat luasnya masalah-masalah lain yang ada kaitannya dengan penulisan proyek akhir maka penulis membatasi ruang lingkup di penulisan ini. Batasan masalah yang dapat diambil hanya dibatasi dengan kompetensi siswa yaitu kompetensi fisik, kompetensi psikologi, kompetensi sosial, kompetensi kognitif, dan kompetensi spiritual. Penelitian dilakukan pada kelas XI dan XII yang berjumlah 180 Siswa di Sekolah Menengah Atas Al-Hikmah Surabaya.

1.5 Sistematika Penulisan
Sesuai dengan persyaratan ilmiah pada umumnya, maka secara ringkas sistematika penulisan tersusun sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan tugas pendahuluan proyek akhir ini.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis menguraikan tentang penelitan terdahulu yang didasari dengan landasan teori yang berkaitan dengan pembahasan pada judul yang telah ada.
BAB III : METODOLOGI
Pada bab ini penulis menguraikan tentang pengertian judul dan teknik pengambilan data yang meliputi metode pengumpulan data, jenis data, dan metode analisis data.

BAB IV : PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menguraikan tentang tinjauan umum yaitu menjelaskan atau menceritakan segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan dan objek yang diteliti.
BAB V: SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini penulis memberikan kesimpulan dan saran dari keseluruhan isi tentang proyek akhir yang berisi tentang kenyataan yang ada pada sekolah. Kesimpulan dan saran dari analisis pembahasan pengembangan kompetensi siswa di sekolah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian tedahulu yang berhubungan dengan pengembangan kompetensi pernah diteliti oleh Supardi, Program Studi Pendidikan Manajemen Perkantoran Universitas Pendidikan Indonesia. Dengan judul Studi Komparatif Penguasaan Kompetensi Guru oleh Mahasiswa Berdasarkan Latar Belakang Sekolah dan Jalur Masuk Penerimaan Mahasiswa Baru.
Kesimpulan penelitian ini sebagai berikut :
  1. Gambaran tingkat penguasaan kompetensi guru oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Manajemen Perkantoran Universitas Pendidikan Indonesia berada pada kategori sedang.
  2. Tidak ada perbedaan penguasaan kompetensi guru oleh mahasiswa Prodi Manajemen Perkantoran UPI yang berasal dari SMA dengan penguasaan kompetensi guru oleh mahasiswa Prodi Manajemen Perkantoran UPI yang berasal dari SMK.
  3. Tidak ada perbedaan antara penguasaan kompetensi guru oleh mahasiswa Prodi Manajemen Perkantoran UPI yang masuk melalui jalur PMDK dengan penguasaan kompetensi guru oleh mahasiswa Prodi Manajemen Perkantoran UPI yang masuk melalui jalur SPMB.
Persamaan : penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini yaitu adanya kesamaan pokok bahasan mengenai bagaimana cara kompetensi dalam sekolah.
Perbedaan : penelitian terdahulu menggunakan objek guru, sedangkan obyek penelitian saat ini adalah siswa di sekolah.

2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Sekolah
Efektifitas merupakan suatu dimensi tujuan manajemen yang berfokus pada hasil, sasaran, dan target yang diharapkan. Menurut Komariah (2006:1) Sekolah yang efektif adalah sekolah yang menetapkan keberhasilan pada input, proses, output, dan outcome yang ditandai dengan berkualitasnya komponen-komponen sistem tersebut.
Komariah (2006:2) mengemukakan input sekolah terdiri dari dua kategori yaitu input sumber daya dan input manajemen. Input manajemen, menurut Hadjisarosa dalam Komariah (2006:2) adalah seperangkat tugas (disertai fungsi, kewenangan, tanggung jawab, kewajiban, dan hak), rencana, program, ketentuan-ketentuan (limitasi) untuk menjalankan tugas, pengendalian (tindakan turun tangan), dan kesan positif yang ditanamkan oleh kepala sekolah kepada warga sekolah. Input manajemen adalah merupakan input potensial bagi pembentukan sistem yang efektif dan efisien. Melalui manajemen semua komponen input lainnya data sesuai fungsi dan peranannya melalui pendekatan PDCA (Plan, Do, Check, dan Act).
Input sumber daya meliputi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Sumber daya manusia sekolah terdiri dari kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya. Sedangkan sumber daya lainnya meliputi uang, peralatan, perlengkapan, bahan, bangunan, dan sebagainya. Kesiapan sumber daya manusia adalah kesiapan kemampuan yang diikuti dengan kesiapan kesanggupan. Kesiapan kesanggupan menyangkut kualifikasi, sedangkan kesiapan kesanggupan menyangkut pemenuhan kepentingan sumber daya manusia.
Proses penyelenggaraan sekolah adalah kiat manajemen sekolah dalam mengelola semua masukan agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan atau output sekolah. Proses berlangsungnya sekolah adalah berlangsungnya pembelajaran, yaitu terjadinya interaksi antara siswa dengan guru yang didukung oleh perangkat lain sebagai bagian keberhasilan proses pembelajaran.
Output dari aktifitas sekolah adalah segala sesuatu yang siswa pelajari di sekolah. Output sekolah, tidak hanya diukur dari lulusan. Pada umumnya, diukur dari tingkat kinerjanya. Kinerja sekolah bukan hanya kinerja sistem yang belajar, tetapi kinerja seluruh komponen sistem, artinya kinerja sekolah adalah pencapaian atau prestasi sekolah yang dihasilkan melalui proses persekolahan. Kinerja sekolah menurut Slamet dalam Komariah (2006:3) diukur dari efektifitasnya, kualitasnya, produktifitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, surplusnya, dan moral kerjanya.
Pengembangan diartikan sebagai bergerak maju. Sekolah yang berkembang tidak jalan di tempat, tetapi bergerak maju sesuai dengan tuntutan kualitas yang ditetapkan dalam input, proses output, dan outcome.
Kompetensi kesenjangan tidak terelakan lagi bagi pengembangan sekolah. Sekolah yang hanya memelihara keadaan stabil tanpa ingin merespons berbagai masalah dan pengaruh eksternal pada akhirnya akan bertemu dengan keadaan tidak menguntungkan seperti kehilangan enrollment, berkurangnya kepercayaan masyarakat, tidak relevannya lulusan, dan sebagainya.
Mutu sedah menjadi keharusan yang tidak terbantahkan dan merupakan konsep yang paling manjur menjawab berbagai tantangan-tantangan yang semakin kompleks. Mutu menjadi indikator penting efektifitas sekolah. Mutu sudah harus memperhatikan dan konfirmasi dengan kebutuhan pelanggan quality is conformance to customer requirement.

2.2.2 Konsep Sekolah Efektif
Komariah (2006:33) mengemukakan Asas terpenting dan menjadi landasan bergerak dalam pengelolaan pendidikan menuju sekolah efektif adalah pernyataan bahwa “semua anak dapat belajar”. Hal ini mengisyaratkan pada guru bahwa sekolah merupakan wahana yang menyediakan tempat yang terbaik bagi anak untuk belajar, a place for better learning. Artinya, semua upaya manajemen dan kepemimpinan yang terjadi di sekolah diarahkan bagi usaha membuat seluruh peserta didik belajar.
Konsep dari sekolah efektif adalah sekolah yang mampu mengoptimalkan semua masukan dan proses bagi ketercapaian output pendidikan, yaitu prestasi sekolah, terutama prestasi siswa yang ditandai dengan dimilikinya semua kemampuan berupa kompetensi yang dipersyaratkan di dalam belajar.
Optimalisasi masukan dan proses menunjukkan adanya layanan pembelajaran optimal bagi kepentingan belajar. Layanan pembelajaran optimal didukung oleh berbagai sumber yang tersedia secara terpilih, metodologi yang tepat, dan aktivitas-aktivitas yang beragam. Dengan demikian, terdapat dua dimensi pokok efektifitas sekolah sebagai konsep output, yaitu organisasi belajar sebagai hasil dari layanan pembelajaran dan prestasi siswa sebagai hasil dari kemampuan atau kompetensi siswa.

2.2.3 Sekolah Bertaraf Internasional
Pengembangan kompetensi juga dapat didukung dengan adanya sekolah bertaraf internasional (SBI). SBI memiliki beberapa karakteristik yang mendukung pengembangan kompetensi peserta didik, diantaranya:
  1. Aspek fisik melatih peserta didik untuk disiplin dan bermotivasi tinggi agar mampu bersaing di dunia internasional.
  2. Intelektual
  1. Menggunakan standar lebih tinggi dari SI dan SKL yang dipercaya dengan adaptasi atau adopsi kurikulum Negara OECD dan Negara manu lain.
  2. Mengembangkan kemampuan komunikasi peserta didik dengan sekurang-kurangnya satu bahasa asing.
  3. Menerapkan bidang ICT sebagai daya saing di dunia internasional.
  4. Menggunakan sistem satuan kredit semester (SKS).
Selain itu ada beberapa karakteristik tambahan, yaitu :
  1. Semua guru mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK
  2. Guru mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan mampu mengampu pembelajaran berbahasa Inggris.
  3. Minimal 10% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SD/MI.
  4. Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMP/MTs.
  5. Minimal 30% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMA/SMK/MA/MAK.
Keberadaan SBI diharapkan dapat meningkatkan kualitas peserta didik. Sesuai dengan definisi SBI yaitu Sekolah/Madrasah yang sudah memenuhi seluruh standar nasional pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu Negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional.

2.2.4 Pengertian Kompetensi
Suparno (2001:27) mengemukakan kata kompetensi diartikan sebagai “kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas” atau sebagai “memiliki keterampilan dan kecakapan yang diisyaratkan”. Dalam pengertiannya yang luas dijelaskan bahwa setiap cara yang digunakan dalam pelajaran yang ditujukan untuk mencapai kompetensi adalah untuk mengembangkan manusia bermutu yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sebagaimana diisyaratkan, kata kompetensi dipilih untuk menunjukkan tekanan pada “kemampuan mendemonstrasikan pengetahuan”.
Kutipan Johnson (Suparno 2001:27) menyatakan bahwa pengajaran berdasarkan kompetensi merupakan suatu sistem dimana siswa baru dianggap telah menyesaikan pelajaran apabila siswa telah melaksanakan tugas yang dipelajari untuk melakukannya. Pengetahuan, keterampilan dan sikap merupakan jalan atau essential enambler untuk suatu perbuatan (performance). Namun nilainya kurang jika tanpa perbuatan.
Kutipan Johnson (Suparno, 2001:27) memandang kompetensi sebagai perbuatan yang rasional yang secara memuaskan memenuhi tujuan dalam kondisi yang diinginkan. Untuk melakukan suatu kompetensi, seseorang memerlukan pengetahuan khusus, keterampilan proses, dan sikap.
Philip perrenoud dalam Suparno (2001:29) menulis Definition and Selection of Competencies The Key to Social Fields : Essay on the Competencies of an Autonomous Actor (OECD-1999), kompetensi-kompetensi yang akan menghindarkan orang dari hidup berdasarkan belas kasihan orang lain yang memegang peran strategis dalam mengambil keputusan. Kompetensi tersebut adalah :
  1. Mampu mengidentifikasi, menilai dan mempertahankan sumber-sumber, keterbatasan, hak-hak, dan kebutuhan-kebutuhan.
  2. Mampu, secara sendiri maupun berkelompok dan melaksanakan proyek serta menyusun strategi.
  3. Mampu menganalisis situasi, hubungan dan medan kekuatan secara sistematis.
  4. Mampu bekerjasama, bertindak sinergik, berpartisipasi dan berbagi tugas kepemimpinan.
  5. Mampu megelola dan menyelesaikan konflik.
  6. Mampu mengurai atau menyusun dalam urutan dan bekerja berdasarkan aturan-aturan.
  7. Mampu membangun aturan-aturan yang mengatasi perbedaan-perbedaan kultural.
Setiap kompetensi memerlukan pengembangan meyeluruh dari berpikir kritis dan praktek yang reflektif yang akan membangun sejumlah pengetahuan dan pengalaman hidup baginya.
Menurut Mitrani et.al dalam Dharma 2002:109 Kompetensi didefinisikan sebagai karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya (an underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion-referenced effective and or superior performance in a job or situation).
Berdasarkan definisi tersebut bahwa kata “underlying characteristics” mengandung makna kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Sedangkan kata “causally related” berarti kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja.
Sedangkan kata “criterion-referenced” mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari criteria atau standar yang digunakan.
Penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan agar dapat mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan untuk kategori baik atau rata-rata. Penentuan ambang kompetensi yang dibutuhkan tentunya akan dapat dijadikan dasar bagi proses seleksi, suksesi perencanaan, evaluasi pengembangan SDM.



      1. Karakteristik Kompetensi
Menurut Spencer and Spencer dalam Dharma (2002:110) terdapat lima karakteristik kompetensi, yaitu :
  1. Motives adalah sesuatu di mana seseorang secara konsisten berfikir sehingga dapat melakukan tindakan. Spencer dan Mitrani et.al dalam Dharma (2002:110) menambahkan bahwa motives adalah drive, direct and select behavior toward certain actions or goals and away from others. Misalnya : orang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada dirinya, dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan feedback untuk memperbaiki dirinya.
  2. Traits adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu. Misalnya percaya diri (self-confidence), kontrol diri (self-control), stress resistance, atau hardiness (ketabahan/daya tahan).
  3. Self-Concept adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang sikap dan nilai diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui bagaimana value (nilai) yang dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi seseorang melakukan sesuatu. Seseorang yang dinilai menjadi leader seyogyanya memiliki perilaku kepemimpinan sehingga perlu adanya tes tentang leadership ability.
  4. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (knowledge) merupakan kompetensi yang kompleks. Skor atas tes pengetahuan sering gagal untuk memprediksi kinerja SDM karena skor tersebut tidak berhasil mengukur pengetahuan dan keahlian seperti apa seharusnya dilakukan dalam pekerjaan. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta tes untuk memilih jawaban yang paling benar, tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahan yang dimilikinya.
  5. Skills adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Misalnya, seorang dokter gigi secara fisik mempunyai keahlian untuk mencabut dan menambal gigi tanpa arus merusak saraf.
Tingkat kompetensi mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan SDM (human resource planning). Gambar 2.1 memberikan gambaran bahwa kompetensi pengetahuan (Knowledge Competencies) dan keahlian (skill Competencies) cenderung lebih nyata (visible) dan relatif berada di permukaan sebagai salah satu karakteristik yang dimiliki manusia.










The Iceberg Model

Visible Skill
Knowledge

Self-Concept
Hidden Trait
Motive


Sumber : Mitrani, et.al dalam Dharma (2002:11)
Gambar 2.1 Central and Surface Competencies
Sedangkan self-concept (konsep diri), trait (watak/sifat) dan motive kompetensi lebih tersembunyi (hidden), dalam (deeper) dan berada pada titik sentral kepribadian seseorang (Spencer and Spencer dalam Dharma, 2002:111).
Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk dikembangkan sehingga program pelatihan merupakan cara yang baik untuk menjamin tingkat kemampuan SDM. Sedangkan motive kompetensi dan trait berada pada personality iceberg sehingga cukup sulit untuk dinilai dan dikembangkan sehingga salah satu cara yang paling efektif adalah memilih karakteristik tersebut dalam proses seleksi.
Adapun konsep diri (self-concept) terletak diantara keduannya sedangkan sikap dan nilai (values) seperti percaya diri “self confidence” (seeing one’s self as a “manajer” instead of atechnical/professional”) dapat dirubah melalui pelatihan, psikotrapi sekalipun memerlukan waktu yang lebih lama dan sulit.
Menurut Dharma (2002:112) terdapat kompetensi terdapat hubungan sebab akibat terdapat pada gambar 2 bahwa kompetensi yang terdiri dari motive, trait dan self-concept diharapkan dapat memprediksi tindakan perilaku seseorang sehingga pada akhirnya dapat memprediksi kinerja seseorang.
Kompetensi selalu mengandung maksud atau tujuan, yang merupakan dorongan motive atau trait yang menyebabkan suatu tindakan untuk memperoleh suatu hasil. Misalnya kompetensi pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) tanpa kecuali termasuk juga kompetensi motive, trait, dan konsep diri, yang mendorong digunakan pengetahuan dan keahlian.
Perilaku tanpa maksud dan tujuan tidak bisa didefinisikan sebagai kompetensi. Sebagai contoh kepala sekolah yang sedang berjalan di lingkungan sekolah. Tanpa mengetahui mengapa kepala sekolah berjalan dilingkungan sekolah, siswa tidak dapat mengetahui, kompetensi apa yang sedang diperhatikan kepala sekolah. Maksud dan tujuan kepala sekolah di lingkungan sekolah tersebut dapat diasumsikan mungkin karena bosan, melemaskan kaki, atau memantau suatu kelas.
Pada alur model di atas dapat digunakan untuk analisis “risk assessment”(Spencer and Spencer : Dharma, 2002:112). Misalnya jika kita lihat arah pada gambar tersebut bahwa bagi sekolah yang tidak memilih, mengembangkan dan menciptakan motivasi kompetensi untuk siswanya, tidak akan terjadi perbaikan dalam produktivitas, profitibilitas dan kualitas terhadap suatu produk dan jasa.


Intent Action Outcome
Personal
Characteristics
Behavior
Job Performance/
Prestasi Siswa



Motive Skill
Trait
Self-Concept
Knowledge
Example : Achievement Motivation
Achievement
Motivation
Goal Setting,
Personal Responsibility,
Use of Feedback
Continous
Improvement


Q
Calculated
Risk Taking
uality,
Productivity, Sales, Earning
Innovation
Doing Better”
Competition with
Standard of Excellence-
Unique Accomplishment
New Product, Service And Processes.
Sumber : Komariah (2006:66)

Gambar 2.2 Competency Causal Flow Model

2.2.6 Kompetensi Siswa
Komariah (2006:66) Kompetensi siswa adalah kemampuan siswa yang dihasilkan selama siswa mengikuti pembelajaran, artinya seberapa jauh siswa menyerap materi yang disampaikan guru, seberapa persen tujuan yang telah ditetapkan guru dapat dikuasai siswa. Seberapa baik siswa mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan, berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, dan kinerja yang ditunjukkannya dalam memecahkan masalah-masalah belajar dari kehidupan.


Hornby (Komariah, 2006:66) mengemukakan tiga hal yang berkaitan dengan pemahaman kompetensi, yaitu :
  1. Kompetensi pada dasarnya menunjukkan pada kecakapan atau kemampuan untuk mengerjakan suatu pekerjaan.
  2. Kompetensi pada dasarnya merupakan suatu sifat (karakteristik) dari orang-orang (kompeten) yang memiliki kecakapan, daya (kemampuan), otoritas (kewenangan), kemahiran (keterampilan), pengetahuan, dan sebagainya utnuk mengerjakan apa yang diperlukan.
  3. Kompetensi menunjukkan pada tindakan (kinerja) rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi.
Jarvis dalam Komariah (2006:66) mengungkapkan tiga elemen kompetensi, yaitu :
  1. Pengetahuan dan pemahaman, mencakup tentang disiplin akademik, elemen psikomotor, ubungan interpersonal, dan nilai-nilai moral.
  2. Keterampilan-keterampilan, mencakup melaksanakan prosedur-prosedur yang bersifat psikomotorik dan berinteraksi dengan orang lain.
  3. Sikap-sikap profesional, mencakup pengetahuan tentang profesionalisme, komitmen emosi terhadap profesionalisme, dan kesediaan untuk bertindak secara profesional.
Kompetensi siswa merupakan akumulasi dari potensi diri yang dibawahnya, upaya pembelajaran dengan perangkat pendukung belajar yang optimal, pengaruh lingkungan pergaulan, dan kesungguhan siswa untuk melakukan aktifitas belajar. Capra dalam Komariah (2006:66) berpendapat bahwa ciri-ciri biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang dimiliki manusia tidak dapat dipisahkan dalam keseluruhan aspek kehidupannya.
Kompetensi siswa adalah kemampuan siswa sebagai hasil belajar. Belajar memiliki empat dimensi sebagaimana dikatakan Marzano dalam Komariah (2006:66) yaitu :
  1. Dimensi sikap-sikap dan persepsi-persepsi positif terhadap belajar.
  2. Dimensi penguasaan dan pengintegrasian pengetahuan.
  3. Dimensi perluasan dan penghalusan secara bermakna.
  4. Dimensi kebiasaan-kebiasaan berpikir produktif.
Lebih lanjut UNESCO (Delors dalam Komariah 2002:66) menekankan pentingnya empat pilar yang harus dilakukan dalam semua proses pendidikan, yaitu :
  1. Belajar untuk mengetahui (learning to know)
  2. Belajar untuk berbuat (learning to do)
  3. Belajar untuk mandiri (learning to be)
  4. Belajar untuk hidup bersama (learning to live together)
Mengacu pada pendapat Delors dalam Komariah (2006:66) menekankan pentingnya kompetensi dalam domain kognitif, yaitu menguasai pengetahuan yang diajarkan, kompetensi dalam psikomotor/keterampilan untuk menunjukkan bahwa peserta didik dapat melakukan apa yang diajarkan, kompetensi dalam menunjukkan keahlian tertentu (life skills education) untuk dapat bertahan hidup, dan kompetensi sosial agar siswa dapat bergaul dan bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat.
Untuk mengukur kompetensi di sekolah dapat digunakan parameter akademik dan nonakademik. Kompetensi akademik meliputi pengetahuan, sikap, kemampuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan kompetensi non akademik dapat ditelusuri dari minat dan kesungguhan siswa dalam mengikuti program pembelajaran di sekolah yang bukan hanya dilihat dari mata pelajaran, tetapi merupakan nurturing effect pelajaran yang secara aktual dapat ditinjau dari keikutsertaan siswa dalam ekstrakurikuler.
Kompetensi siswa merupakan kompetensi individu yang menurut Johnson (Komariah 2006:67) adalah penampilan spesifik yang rasional sebagai harmoni dan pemilihan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan oleh tugas pekerjaan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan penuh keberhasilan.
Kompetensi terbetuk dari lima karakteristik sebagaimana dikatakan Spencer dan Spencer (Komariah, 2006:67) yaitu watak, motivasi, konsep diri, pengetahuan, dan keterampilan. Sebagaimana gambar 2.3 berikut.






Watak


Motivasi
Internal
Pengetahuan


Keterampilan
Konsep Diri


Sumber : Spencer and Spencer dalam Komariah (2006:67)
Gambar 2.3 Konsep Kompetensi Individu

Kompetensi pengetahuan dan keterampilan adalah kompetensi yang mudah dinilai, diberikan, dilatihkan, diajarkan, dialami, dan dikembangkan karena merupakan kompetensi yang berada di permukaan yang cenderung dapat dilihat. Sedangkan kompetensi konsep diri, watak, dan motivasi bersifat lebih tersembunyi lebih dalam, dan berperan sebagai sumber dari kepribadian yang tidak mudah untuk dinilai dan dikembangkan.
Kompetensi harus dimiliki oleh siswa SMU yaitu selain dapat digunakan untuk menembus seleksi perguruan tinggi favorit, yang terkesan sebagai kompetensi akademik, juga untuk melanjutkan kehidupannya di masyarakat, artinya selain kompetensi untuk dapat bergaul dan hidup bersama di tengah masyarakat, siswa juga harus memiliki kemampuan menghasilkan materi dari sejumlah keahliannya. Usia individu tingkat SMU adalah usia yang cukup dewasa dan tidak sedikit dari mereka yang melanjutkan hidupnya ke kehidupan. Oleh karena itu, mereka harus dibekali dengan kemampuan skills.
      1. Macam-macam Kompetensi
Sebagaiman dikemukakan oleh Teori Bloom, Wiles dan Bondi (Rosyada 2004:69) membagi tujuan pembelajaran atau kompetensi menjadi tiga sebagai berikut:
  1. Kompetensi Kognitif
  1. Knowledge yakni kemampuan untuk mengingat, dan mengetahui sesuatu secara benar.
  2. Comprehension yakni kemampuan untuk memahami apa yang sedang dikomunikasikan dan mampu mengimplementasikan ide tanpa harus mengaitkannya dengan ide lain, dan juga tanpa harus melihat ide itu secara mendalam. Untuk level ini, diperlukan dukungan knowledge.
  3. Application yakni kemampuan untuk menggunakan sebuah ide, prinsip-prinsip dan teori-teori pada kasus baru, pada situasi yang spesifik. Untuk level ini diperlukan dukungn knowledge, dan comprehension.
  4. Analysis yakni kemampuan untuk menguraikan ide-ide pada bagian-bagian konstituen, agar semua unsur dalam organisasi itu menjadi jelas. Untuk level ini diperlukan dukungan knowledge, comprehension, dan application.
  5. Synthesis yakni kemampuan untuk memposisikan seluruh bagian menjadi satu kesatuan utuh. Untuk level ini diperlukan dukungan knowledge, comprehension, application, dan analysis.
  6. Evaluation yakni kemampuan untuk menilai apakah ide, prosedur dan metode yang digunakan itu sudah sesuai dengan kriteria atau belum. Untuk level ini diperlukan dukungan knowledge, comprehendion, application, dan synthesis.
  1. Kompetensi Afektif
  1. Receiving yakni mendatangi, menjadi peduli terhadap sebuah ide, sebuah proses atau sesuatu yang lain, dan ada keinginan untuk memperhatikan sebuah fenomena yang khusus.
  2. Responding yakni memberikan respon pada tahap pertama dengan kerelaan, dan berikutnya dengan keinginan untuk menerima dengan penuh kepuasan. Untuk level responding diperlukan dukungn receiving.
  3. Valuing yakni menerima nilai dari sesuatu ide atau perilaku memilih salah satu nilai yang menurutnya benar, selalu konsisten dalam menerimanya, dan bahkan terus berupaya untuk meningkatkan konsistensinya. Untuk pengembangan level valuing diperlukan dukungan receiving dan responding.
  4. Organization yakni kemampuan mengorganisasikan nilai-nilai, dan menentukan pola-pola hubungan antara satu nilai dengan lainnya, dan mengadaptasikan perilaku pada sistem nilai. Untuk level ini diperlukan dukungan receiveing, responding dan valuing.
  5. Characterization yakni kemampuan mengeneralisasi nilai-nilai dalam tendensi kontrol, penekanan pada konsistensi, dan kemudian mengintegrasikan semua nilai menjadi filosofi hidup atau world view mereka. Untuk level ini diperlukan dukungan receiving, responding, valuing dan organizing of values.



  1. Kompetensi Psikomotorik
  1. Observing yakni mengamati proses, memberikan perhatian terhadap semua step dan teknik yang dilalui dan digunakan dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan atau mengartikulasikan sebuah perilaku.
  2. Imitating yakni mengikuti semua arahan, tahap-tahap dan teknik-teknik yang diamatinya dalam menyelesaikan sesuatu, dengan penuh kesadaran dan dengan usaha yang sungguh-sungguh. untuk level ini diperlukan dukungan observing.
  3. Practicing mengulang tahap-tahap dan teknik-teknik yang dicoba diikutinya itu, sehingga menjadi kebiasaan. Untuk ini diperlukan kesungguhan upaya dan memperlancar langkah-langkah tersebut melalui pembiasaan terus menerus. Untuk ini diperlukan dukungan observing dan imitating.
  4. Adapting yakni melakukan penyesuaian individual terhadap tahap-tahap dan teknik-teknik yang telah dibiasakannya, agar sesuai dengan kondisi dan situasi pelaku sendiri. Untuk level ini diperlukan dukungan observing, imitating, dan practicing.
Secara umum kompetensi yang harus dimiliki atau dapat dikembangkan untuk para siswa serta warga belajar lainnya bisa diklasifikasikan menjadi empat, yakni kompetensi tamatan, kompetensi mata pelajaran, kompetensi rumpun mata pelajaran, dan kompetensi lintas kurikulum.
  1. Kompetensi tamatan adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan belajar pada suatu jenjang tertentu.
  2. Kompetensi mata pelajaran adalah rumusan kompetensi siswa dalam berpikir, bersikap dan bertindak setelah menyelesaikan mata pelajaran tertentu (Yulaelawati dalam Rosyada 2004:70)
  3. Kompetensi rumpun mata pelajaran adalah kompetensi-kompetensi yang dihasilkan dari setiap mata pelajaran, kumpulan kompetensi rumpun mata pelajaran akan menghasilkan kompetensi lulusan.
  4. Kompetensi lintas kurikulum adalah kompetensi yang dapat dilatihkan untuk beberapa rumpun mata pelajaran.

      1. Model Kompetensi dan Pendekatan yang Terintegrasi dalam Manajemen Sumber Daya Manusia

Dharma (2002:114) mengemukakan model kompetensi dikaitkan dengan strategi manajemen SDM. Pada Gambar 2.4 di bawah ini disajikan unsur-unsur yang terintegrasi dalam fungsi manajemen SDM dan model kompetensi.











  1. Recruitment dan seleksi
Sistem rekrutmen yang berbasis kompetensi biasanya memusatkan pada metode seleksi yang dapat digunakan untuk memilih sejumlah calon siswa dari populasi pelamar yang cukup besar secara cepat dan efisien.
  1. Penempatan dan rencana suksesi
Penempatan dan rencana suksesi berbasis kompetensi memusatkan kepada usaha identifikasi calon siswa yang dapat memberikan nilai tambah pada suatu pembelajaran sekolah. Oleh karena itu, sistem seleksi dan penempatan harus menekankan kepada identifikasi kompetensi yang paling dibutuhkan bagi kepentingan suatu pelajaran tertentu.
3.Pengembangan prestasi
Kebutuhan kompetensi untuk pengembangan dan jalur prestasi akan menemukan dasar untuk pengembangan siswa. Siswa yang dinilai lemah pada aspek kompetensi tertentu dapat diarahkan untuk kegiatan pengembangan kompetensi tertentu sehingga diharapkan dapat memperbaiki prestasinya.

2.2.9 Pengembangan Kompetensi
Lippman et.al (2008:5) mengemukakan dimensi pengembangan kompetensi terdiri dari lima pengembangan siswa yaitu :
  1. Pengembangan Fisik
Pengembangan fisik adalah proses penyempurnaan fungsi psikologis yang dipengaruhi oleh organ-organ fisik, perkembangan terus berlanjut sampai akhir hayatnya. Berikut ini adalah hal-hal yang mendukung pada pengembangan fisik yaitu :
  1. Kebiasaan sehat
Memiliki kebiasaan kesehatan yang baik dapat menyebabkan hasil yang positif untuk kaum muda. Kebiasaan sehat dan mempunyai gizi yang baik dapat membuat tidur yang nyenyak, memakan-makanan yang sehat, dan olahraga yang teratur dapat menjadi disiplin dalam menjadikan gaya hidup lebih sehat.
  1. Menghindari resiko
Mengurangi risiko dalam mencegah terjadinya hal-hal yang tidak baik misalnya rokok, drug, free sex untuk hidup yang lebih sehat. Hal-hal yang harus dilakukan adalah melakukan tidur yang cukup, memiliki citra tubuh yang positif agar di dalam usia yang masih remaja dapat mengurangi kesempatan untuk putus sekolah dan dapat meneruskan dalam bekerja.
  1. Menghindari Keamanan fisik
Pada tahun 1943, Abraham Maslow mengembangkan penunjukan piramida kebutuhan yang harus dipenuhi untuk memastikan pembangunan yang tepat di masa kanak-kanak. Meliputi nutrisi, perawatan kesehatan, dan kondisi kehidupan yang layak. Kebutuhan terbesar berikutnya adalah keamanan, baik secara fisik dan psikologis.
Eccles et.al dalam Lippman et.al (2008:6) menunjukkan bahwa piramida maslow masih relevan. Melaporkan bahwa lingkungan dimana remaja menghabiskan waktunnya harus memiliki ketentuan yang baik untuk mendukung keselamatan fisik dalam pengembangan aset pribadi yang berkaitan dengan pengembangan generasi muda yang positif.
Keselamatan fisik termasuk fasilitas yang aman, rekan interaksi kelompok, dan kegiatan yang menurunkan konfrontasi antara teman-temannya. Apabila hal tersebut dilakukan maka akan mengurangi bahaya fisik, perasaan takut ketidak amanan, pelecehan seksual maupun pelecehan fisik, dan pelecehan verbal.
  1. Kemampuan kinestetik
Kemampuan kinestetik merupakan salah satu jenis kecerdasan yang perlu dinilai, dan jelas terkait dengan beberapa bidang studi serta beberapa pekerjaan.
Suryabrata (2005:185) mengemukakan sekelompok ahli dalam membuat periodisasi mendasarkan diri pada keadaan atau proses biologis pada anak SMA. Berikut pendapat para ahli :
  1. Pendapat Aristoteles Masa SMU dialami fase III dari 14;0 sampai 21;0 masa remaja atau pubertas masa peralihan dari anak menjadi orang dewasa. Dalam fase ini ditandai oleh mulai bekerjanya perlengkapan kelamin (misalnya kelenjar).
  2. Pendapat Kretschmer
Masa SMU dialami dalam fase IV dari kira-kira 13;0 sampai kira-kira 20;0 disebut Serckungs periode II pada masa ini anak kembali kelihatan langsing. Pada periode-periode streckung anak menunjukkan sifat-sifat jiwa seperti tertutup, sukar bergaul, sukar didekati, dan sebagainya.
  1. Pendapat Sigmund Freud
Freud berpendapat bahwa anak sampai umur kira-kira umur 20;0 menentukan bagi pembentukan kepribadian seseorang.
  1. Pendapat Montessori
Menurut Montessori tiap fase perkembangan itu mempunyai arti biologis. Pada anak SMU memasuki periode III (12;0-18;0) adalah periode penemuan jati diri dan kepekaan rasa sosial. Dalam masa ini kepribadian harus dikembangkan sepenuhnya dan harus sadar akan keharusan dalam bersikap.
  1. Pendapat Ch. Buhler
Pada anak SMU memasuki fase V (13;0-19;0) yaitu fase penemuan diri dan kematangan.
Berdasarkan temuan penulis setelah melakukan observasi di Sekolah Menengah Atas Al-Hikmah Surabaya, pengembangan fisik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses penyempurnaan fungsi psikologis yang terdapat pada organ-organ fisik pada remaja SMU. Item pertanyaanya didasarkan pada standar mutu siswa di sekolah yaitu berbasis pada aspek akhlak dan aspek akademis.
Pengembangan fisik berdasarkan aspek akhlak yang memiliki standar mutu yaitu Berbadan sehat, bugar, kuat, dan lincah itemnya sebagai berikut :
  1. Sehat: tidak mudah sakit dan tidak mengidap penyakit menular.
  2. Bugar: memiliki tingkat kebugaran yang memenuhi standar bugar sesuai usia dengan menggunakan skala VO2 max.
  3. Kuat: tidak mudah mengeluh dengan tantangan/ tugas yang berat.
  4. Lincah: mudah beradaptasi dengan lingkungan/cuaca yang berbeda.
  5. Dapat melakukan salah satu cabang permainan dengan benar.
  6. Dapat berenang.
  7. Mampu menjadi wasit olah raga permainan.

  1. Pengembangan Psikologi
Pengembangan psikologi yaitu proses penyempurnaan fungsi psikologis yang terdapat pada remaja. Berikut ini adalah hal-hal yang mendukung pengembangan psikologi pada remaja yaitu :
  1. Kesehatan mental positif
Kesehatan mental yang positif dikutip oleh psikolog perkembangan sebagai kunci yang terkait dengan perkembangan remaja menuju dewasa yang sukses. Istilah “kesejahteraan psikologis” atau “kesehatan mental yang baik” sering digunakan pengembangan pemuda yang sehat.
Sementara kesehatan mental yang positif adalah istilah generik atau bidang yang relatif baru psikologi positif mendefinisikan dan mengukur lebih spesifik dari konsep tersebut. Khususnya, kepuasan hidup yang merupakan evaluasi global subjektif dari kualitas hidup seseorang, Hal tersebut menjadi komponen yang sangat kuat dari kesehatan mental yang positif.
  1. Penghargaan diri
Keyes dalam Lippman et.al (2008:8) mengidentifikasi dua komponen yaitu : kesejahteraan subjektif dan berfungsi positif dalam hidup. Kesejahteraan subjektif diartikan dengan fungsi sekolah terkait seperti keterlibatan dirasakan di sekolah, kedekatan dirasakan kepada orang lain, dan tingkat prestasi siswa tersebut di sekolah. Sedangkan berfungsi positif dalam hidup yaitu fungsi positif yang dilakukan siswa dalam kegiatan positif di lingkungan sekolah.

  1. Identitas Positif
Erikson dalam Lippman et.al (2008:8) mengakui bahwa pembentukan identitas adalah bagian utama dari pengembangan kepribadian di masa remaja, berkontribusi untuk kehidupan dewasa yang sukses. Memelihara identitas yang jelas dan positif sebagai salah satu tujuan pengembangan pemuda positif. Bukti menunjukkan bahwa sekolah dan masyarakat dapat membantu perkembangan identitas dengan memberikan kesempatan untuk menjelajahi minat, mengembangkan kepemimpinan, mempromosikan berpikir tingkat tinggi, dan memperoleh pelatihan kejuruan.
  1. Ekspektasi tinggi (optimis, planfulness)
Optimis dan harapan didefinisikan sebagai kepercayaan dalam kemampuan seseorang untuk membayangkan tujuan hidup seseorang dimasa yang akan datang bersama dengan motivasi dan kekuatan untuk mencapainya.
  1. Ketahanan dan fleksibilitas dalam menghadapi masalah
Ketika rencana memasuki perguruan tinggi dan memasuki dunia kerja tidak berjalan. Namun keuletan keterampilan mengatasi masalah dan fleksibilitas merupakan kunci baik dalam literatur pembangunan pemuda.
  1. Manajemen diri
Penelitian tentang prestasi akademis semakin terfokus pada strategi pembelajaran untuk mengidentifikasi siswa. Pengukuran strategi ini berkembang pesat dalam strategi pembelajaran. Hal ini sama pentingnya dalam fokus penelitian pada pengembangan generasi muda yang sehat. Konsistensi dalam menggunakan berbagai strategi pembelajaran. Strategi belajar seperti kontrol emosi, motivasi, regulasi emosi, dan kontrol diri ketika mendapat perhatian. Hal tersebut dapat diperlukan untuk keberhasilan dalam pengembangan kompetensi kognitif dan kompetensi psikologis. Kompetensi kognitif misalnya prestasi akademik. Kompetensi psikologis misalnya motivasi penguasaan diri dan positif motivasi berprestasi.
  1. Pengambilan keputusan
Ketika rencana yang diharapkan tidak berjalan namun keuletan dalam mencari jalan keluar yang terbaik, keterampilan mengatasi masalah yang sedang dihadapi, dan fleksibel dalam menerima masukan-masukan dari orang lain adalah kemampuan untuk membuat penilaian yang baik dan keputusan yang tercatat sebagai kompetensi kunci baik dalam literature pembangunan pemuda yang sehat.
Menurut Jean Jacques Rousseau dalam Soemanto (2006:68) perkembangan fungsi dan kapasitas kejiwaan pada siswa SMU terdapat pada masa odolesen (15-20 tahun) dalam tahap perkembangan ini, kualitas kehidupan manusia diwarnai oleh dorongan seksual yang kuat.
Menurut Suryabrata (2005:219) fungsi psikologis pada siswa SMU yang memasuki masa remaja sebagai berikut :
  1. Rindu akan pujian dan menjadikan teman segalanya merupakan gejala remaja
Didalam fase negatif untuk pertama kalinya anak sadar akan kesepian yang tidak dialaminya pada masa-masa sebelumnya. Reaksi pertama terhadap gangguan akan ketenangan dan keamanan pada jiwanya yaitu protes terhadap sekitarnya.
Kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya, teman yang dapat turut serta merasakan suka dan dukanya. Disini mulai tumbuh dorongan untuk mencari pedoman hidup, mencari sesuatu yang dapat dipandang bernilai, pantas di junjung tinggi, dan dipuji. Pada masa ini remaja mengalami kegoncangan batin, sebab dia tidak mau lagi memakai sikap dan pedoman hidup kanak-kanaknya, tetapi belum mempunyai pedoman hidup yang baru. Karena itulah maka remaja itu tidak tenang, banyak kontradiksi didalam dirinya. Mengeritik karena dirinya merasa mampu, tetapi dalam pada itu dia mencari pertolongan pula karena belum dapat menjelmakan keinginannya.
  1. Tipe-tipe anak remaja
Sis heyster dalam Suryabrata (2005:221) menggolong-golongkan anak laki-laki dan perempuan ke dalam tipe-tipe tersendiri, yaitu anak laki-laki digolongkan menjadi : Pencari kultur, Pencinta alam, Tipe karyawan, Tipe vital, Tipe hedonistic. Sedangkan anak perempuan : Tipe keibuan, Tipe erotis, Tipe romantic, Tipe tenang, Tipe intelektual.
Tabel 2.1 Perbedaan remaja laki-laki dan remaja perempuan
Laki-laki

Perempuan
  1. Aktif dan memberi
  1. Pasif dan menerima
  1. Cenderung untuk memberikan perlindungan
  1. Cenderung untuk menerima perlindungan
  1. Aktif meniru pribadi pujaanya
  1. Pasif, mengagumi pribadi pujaanya
  1. Minat tertuju kepaa hal-hal yang bersifat intelektual
  1. Minat tertuju kepada hal-hal yang bersifat emosional.
  1. Berusaha memustuskan
  1. Berusaha mengikut dan
  1. sendiri dan ikut bicara
  1. Menyenangkan orang lain.
Sumber : Suryabrata (2005:221)

Berdasarkan temuan penulis setelah melakukan observasi di Sekolah Menengah Atas Al-Hikmah Surabaya, pengembangan psikologi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penyempurnaan fungsi psikologis yang terdapat pada remaja. Item pertanyaanya didasarkan pada standar mutu siswa di sekolah yaitu berbasis pada aspek akhlak dan aspek akademis.
Pengembangan psikologi berdasarkan aspek akademis yang memiliki standar mutu yaitu kemampuan logika yang baik sesuai usianya indikatornya sebagai berikut :
  1. Siswa mampu berpikir formal pada mapping TKPF (Tes Kemampuan Penalaran Formal).
  2. Siswa mampu berpikir kreatif (creative thinking) pada mapping AKKB (Analisis Ketrampilan-ketrampilan berpikir).
  3. Siswa memiliki tingkat kemampuan baik dan sangat tidak baik pada mapping TKPS (Tes Kemampuan Penalaran Sains).
  1. Pegembangan Sosial
Pengembangan sosial adalah proses yang dilakukan remaja untuk berinteraksi dengan orang lain untuk bermurah hati dan bijaksana. Berikut ini adalah hal-hal yang mendukung pada pengembangan sosial pada remaja yaitu:
  1. Karakter
Karakter moral yang kuat merupakan dasar bagi interaksi sosial yang positif. Karakter pengembang generasi muda yang positif terdiri dari nilai-nilai pribadi, kesadaran sosial, keragaman nilai, dan nilai-nilai dan keterampilan interpersonal.

  1. Keterampilan komunikasi
Interaksi sosial yang positif adalah keterampilan komunikasi yang baik.
  1. Keterampilan komunikasi lisan dan tulisan
Keterampilan komunikasi yang baik lisan dan tulisan dan ekspresi kreatif termasuk bagian dari tujuan pembangunan yang menjadi intelektual reflektif.
  1. Menggunakan alat komunikasi efektif
Kemampuan untuk memilih kata-kata tepat dan mengkomunikasikan informasi teknis agar dapat memahami dan memberikan kontribusi yang sesuai untuk membantu atau mengajari orang lain. Hal tersebut, juga menekankan pentingnya keterampilan menulis untuk mampu menargetkan apa yang ditulis kepada khalayak tertentu. Mengedit, merevisi, mengutip referensi yang diperlukan, pesan yang efektif dikirim lewat e-mail, memo, laporan, presentasi, dan lain-lain.
  1. Kompetensi sosial
Kompetensi sosial adalah keterampilan yang diperlukan agar mampu berinteraksi dengan orang lain, serta bermurah hati dan bijaksana. Perbuatan yang dilakukan dalam berinteraksi dengan orang lain meliputi kemampuan untuk simpati, empati atau kepedulian, serta kemampuan untuk menyelesaikan konflik.
  1. Resolusi konflik
Kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang lain untuk bekerja sama, mengelola dan meyelesaikan konflik sebagai kunci kompetensi kehidupan yang sukses di dalam berinteraksi dengan masyarakat yang berfungsi dengan baik.
  1. Kompetensi Lintas Budaya
Kompetensi lintas budaya menjadi semakin penting dalam berhubungan dengan masyarakat di lingkungan sekitar. Dewan penelitian nasional menyebutkan perlunya pengetahuan untuk mengenal lebih dari satu budaya, keterampilan untuk menavigasi melalui beberapa konteks budaya, Dengan adanya nilai-nilai budaya yang sensitif sebagai aset pribadi yang memfasilitasi pembangunan pemuda untuk transisi menuju dewasa. Kompetensi antar budaya, toleransi, dan dapat bekerja dengan bermacam-macam populasi sebagai kunci kompetensi pendidikan.
  1. Kemampuan untuk menyesuaikan dengan situasi berbeda-beda
Kemampuan untuk menyesuaikan perilaku seseorang, pegetahuan, dan keterampilan dengan konteks sosial dimana orang menemukan dirinya secara luas diakui sebagai kompetensi kunci untuk pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan.
  1. Bertindak tepat dalam konteks yang lebih besar
Koneksi ke keluarga, rekan kerja, sekolah, dan masyarakat dianggap salah satu aset bagi pengembangan generasi muda yang sehat. Berdasarkan studi remaja produktif akan menghasilkan hasil-hasil yang positif.
  1. Dukungan sosial
Dukungan sosial dari keluarga, teman, sekolah, dan masyarakat sangat penting bagi pengembangan generasi muda yang sehat.

  1. Perilaku prososial.
Perilaku prososial adalah perilaku yang membantu anak muda dalam mengembangkan identitas mereka sendiri, kepercayaan diri, penerimaan diri, keberhasilan kompetensi. Peningkatan kepercayaan diri pada remaja jika ikut dalam lembaga-lembaga sosial agar mampu untuk terlibat pada kegiatan umum dan membangun rasa sosial yang baik.
Berdasarkan temuan penulis setelah melakukan observasi di Sekolah Menengah Atas Al-Hikmah Surabaya, pengembangan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses yang dilakukan remaja untuk berinteraksi dengan orang lain untuk bermurah hati dan bijaksana. Item pertanyaanya didasarkan pada standar mutu siswa di sekolah yaitu berbasis pada aspek akhlak dan aspek akademis.
Pengembangan sosial berdasarkan aspek akhlak yang memiliki standar mutu sebagai berikut :
  1. Memiliki jiwa kemandirian dan kepemimpinan
    1. Memiliki jiwa kemandirian.
      1. Mampu mengurus kebutuhannya sendiri.
      2. Mampu membantu pekerjaan orang tua di rumah secara rutin.
    1. Memiliki jiwa kepemimpinan
  1. Disiplin kehadiran.
  2. Mampu menghormati dan mentaati tata tertib.
  3. Mampu berbicara dengan lancer dan tampil di depan umum dalam kegiatan forma dan nonformal di dalam sekolah.
  4. Mampu memimpin rapat kelas/OSIS.
  5. Memiliki semangat berdakwah dan menjadi teladan masyarakat.
  1. Shiroh
Siswa memahami shiroh sebagai modeling perilaku dan sistem.
  1. Pengembangan kognitif
Pengembangan kognitif merupakan salah satu perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengetahuan, yakni semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Hal-hal yang mendukung terbentuknya pengembangan kognitif pada masa remaja sebagai berikut :
  1. Prestasi akademik
Prestasi akademik adalah salah satu kompetensi yang perkembangannya paling menonjol dalam kehidupan remaja yang sangat terkait dengan hasil sukses pada masa remaja memasuki dewasa. Seperti bisa membantu secara ekonomi dapat mandiri dan memiliki keluarga yang sehat dengan hubungan sosial yang baik. Tiga karakteristik sekolah yang ditemukan untuk mendukung tercapainya prestasi yang tinggi selama masa remaja yaitu : dukungan dari guru, kegiatan pembelajaran yang mendukung berpikir tingkat tinggi, dan partisipasi siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran.
  1. Tingkat pendidikan
Pencapaian pendidikan merupakan aset pembangunan yang sering digunakan sebagai dasar untuk pengembangan generasi muda yang sehat. Pendidikan minimal SMA merupakan penyelesaian untuk mendapatkan lapangan pekerjaan yang baik adalah indikator penting bagi pengembangan dewasa muda sukses.
  1. Belajar seumur hidup
Meski kemampuan belajar spesifik seperti manajemen waktu. Kunci kesuksesan dalam mempersiapkan dan menempuh dalam berbagai cobaan adalah dengan belajar dalam setiap tahap-tahap kehidupan seperti penggunaan informasi dan sumber daya.
  1. Penggunaan pengetahuan, informasi dan teknologi interaktif
Dengan adanya teknologi yang canggih akan memudahkan penambahan pengetahuan untuk mengembangkan pemuda.
  1. Kreatifitas
Dengan memiliki pengetahuan yang luas diharapkan mampu menjadikan pemuda tersebut memiliki kreatifitas yang tinggi.
  1. Berpikir kritis dan Keterampilan pemecahan masalah
Kemampuan dalam memecahkan masalah, dan mencari jalan keluar dengan berpikir kritis yang rasional merupakan keterampilan evaluatif dan refleksi.
Suharnan (2005:7) mengemukakan tahap-tahap perkembangan kognitif manusia mulai dari usia anak-anak sampai dewasa. Mulai dari proses-proses berpikir secara konkrit atau melibatkan konsep-konsep konkrit sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep abstrak dan logis.


Berdasarkan temuan penulis setelah melakukan observasi di Sekolah Menengah Atas Al-Hikmah Surabaya, pengembangan kognitif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah salah satu perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengetahuan. Item pertanyaanya didasarkan pada standar mutu siswa di sekolah yaitu berbasis pada aspek akhlak dan aspek akademis.
Pengembangan kognitif berdasarkan aspek akademis yang memiliki standar mutu sebagai berikut :
  1. Memiliki kelayakan untuk melanjutkan studi ke jenjang berikutnya
    1. Lulus UAS.
    2. Rata-rata UAS terbaik.
  1. Memiliki kemampuan komunikasi yang memadai
    1. Bahasa Indonesia
      1. Senang membaca buku, minimal 2 buku setiap pekan.
      2. Kecepatan membaca minimal 600 kata per menit dengan pemahaman 75%.
      3. Mampu menyusun dan mempresentasikan karya tulis ilmiah minimal 1 kali per semester.
      4. Mampu menyusun resensi buku.
      5. Mampu membuat dan membaca puisi.
      6. Mampu mengapresiasi suatu karya sastra.
    1. Bahasa Inggris
      1. Listening
Mampu mengungkapkan kembali teks yang didengarnya dengan akurasi 80%.
      1. Speaking
    1. Mampu berpidato dengan lancar selama 15 menit.
    2. Mampu melakukan presentasi karya ilmiah dalam Bahasa Inggris selama 20 menit.
      1. Reading
Mampu menginterpretasikan bacaan dengan tingkat pemahaman 80%.
      1. Writing
  1. Menulis essay dengan topik bebas sebanyak 300 kata dalam waktu 30 menit.
  2. Membuat karya tulis dengan topik bebas 2.000 kata dalam 1 semester.
  1. Menguasai IT
  1. Terampil menggunakan software pengolah kata dan pengolah angka/data untuk mendukung pembelajaran dalam membuat karya tulis, karya ilmiah, dan instrument presentasi.
  2. Siswa menguasai konsep-konsep dasar-dasar disain untuk berkreasi, mengembangkan sikap inisiatif, dan mengembangkan sikap eksplorasi diri.
  3. Siswa trampil menggunakan internet untuk mengakses informasi, mengeksplorasi, menganalisis, dan saling tukar informasi secara kreatif dan beranggung jawab untuk keperluan belajar.
  4. Menggunakan IT dengan etika yang baik dan benar.

  1. Pengembangan spiritual
Pengembangan spiritual adalah proses pengembangan tingkah laku siswa yang menekankan pada moral agama. Hal-hal yang mendukung pengembangan spiritual sebagai berikut :
  1. Kerohanian
Spiritualitas juga terkait dengan pengembangan moralitas. Damon berteori bahwa rasa tujuan memainkan peran positif dalam pengembangan diri dan pemuda yang memiliki rasa tujuan menunjukkan derajat tinggi religiusitas. Lickona dan Davidson termasuk menjadi orang yang rohani sebagai salah satu dari delapan karakter kekuatan yang diperlukan untuk hasil yang positif. Para peneliti mendefinisikan menjadi pemuda yang memiliki kerohanian dalam menciptakan tujuan hidup dengan mengejar kebahagiaan otentik. Merumuskan tujuan hidup yang memiliki kehidupan batin yang kaya dan mengejar mendalam dan berarti koneksi ke orang lain, alam, dan kekuatan yang lebih tinggi.
  1. Rasa tujuan
Spiritualitas didefinisikan lebih luas daripada fokus tradisional pada pertemuan keagamaan, keterlibatan, dan keyakinan dan sering meluas untuk menemukan arti dan tujuan dalam hidup. Eccles dkk misalnya, termasuk spiritualitas dan tujuan dalam kehidupan dalam daftar aset yang diperlukan untuk keberhasilan transisi menuju dewasa. Masa remaja adalah waktu yang penting dalam program hidup ketika spiritualitas berkembang karena spiritual pertanyaan dan eksperimentasi merupakan bagian dari tugas yang lebih besar dari pembangunan identitas yang terjadi selama periode ini.
Mengembangkan rasa tujuan dalam hidup dan rasa spiritual sambungan atau suatu kekuatan transenden dalam kehidupan semakin diakui sebagai tugas utama pembentukan identitas pada masa remaja dan dewasa awal, namun mereka tidak universal diakui sebagai berharga dalam masyarakat.
  1. Keagamaan
Penelitian lain menunjukkan religiusitas yang dapat memberikan kontribusi pada hasil-hasil positif seperti dukungan sosial, perilaku prososial, kualitas tinggi hubungan dengan orang dewasa, penalaran moral, partisipasi masyarakat, dan kesejahteraan emosional. Dapat meningkatkan kesehatan fisik yang baik dalam kesehatan.
Penelitian juga menunjukkan agama yang dapat melindungi terhadap perilaku berisiko, seperti aktivitas seksual, merokok, narkoba dan alkohol, ideation bunuh diri, dan kenakalan. Selain itu, pemuda yang memiliki tingkat ibadah lebih tinggi. Pemuda tersebut memiliki interaksi positif dengan orang dewasa di keluarga mereka maupun di masyarakat, sehingga memperluas hubungan sosialnya, Memiliki harga diri yang lebih tinggi dengan sekolah.
Religiusitas atau keterlibatan dalam agama di masyarakat diakui sebagai aset pembangunan yang memberikan kontribusi kuat pada hasil-hasil positif dalam masa dewasa awal.

Berdasarkan temuan penulis setelah melakukan observasi di Sekolah Menengah Atas Al-Hikmah Surabaya, pengembangan spiritual yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses pengembangan tingkah laku siswa yang menekankan pada moral agama. Item pertanyaanya didasarkan pada standar mutu siswa di sekolah yaitu berbasis pada aspek akhlak dan aspek akademis.
Pengembangan spiritual berdasarkan aspek akhlak yang memiliki standar mutu sebagai berikut :
  1. Memiliki akidah yang bersih
    1. Keyakinan terhadap rukun iman melahirkan kesadaran beramal.
    2. Memiliki ketangguhan dalam menghadapi cobaan/musibah.
    3. Bangga terhadap islam.
  1. Beribadah yang benar
      1. Mampu berwudhu dan thoharoh dengan baik dan benar.
      2. Mampu menjadi imam sholah/muadzin di rumah/sekolah.
      3. Mampu melaksanakan sholat (bacaan dan gerakan) dengan baik dan
benar.
      1. Memahami bacaan sholat dan melaksanakannya dengan tuma’nina.
      2. Tidak meninggalkan sholat dalam kondisi apapun.
      3. Sholat tahajud minimal 1 kali dalam sepekan.
      4. Sholat dhuha minimal sekali sepekan.
      5. Berdo’a dan berdzikir sesudah sholat dengan tuma’nina.
      6. Hafal Al Qur’an Juz 2.
      7. Mampu mengerjakan membaca Al Qur’an.
      8. Mengaji setiap hari minimal 3 halaman.
      9. Hafal 45 do’a aktifitas sehari-hari dan Al Ma’tsurat.
      10. Mampu memahami tafsir ayat-ayat tematik.
  1. Berakhlak kuat
      1. Memiliki akhlak yang baik kepada diri sendiri.
      1. Menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran.
      2. Menampilkan diri sesuai dengan nilai-nilai Islam (Contoh : dalam berbusana dan bergaul).
      3. Tidak merokok dan tidak terkena narkoba.
      1. Memiliki akhlaq yang baik kepada orang tua dan guru.
  1. Berbakti kepada orangtua.
  2. Mampu bersikap sopan dan santun kepada orangtua dan guru.
      1. Memiliki akhlak yang baik kepada sesama.
  1. Senyum, salam, sapa, dan santun kepada orang lain.
  2. Mampu bekerjasama dan bersosialisasi dengan orang lain.
  3. Mampu berempati dengan orang lain.
  4. Mampu menyesuaikan diri dengan norma-norma sekolah dan masyarakat.
  5. Memiliki tanggung jawab sosial kepada sesama (contoh: menengok tetangga/teman yang sedang sakit, mampu bekerjasama dengan masyarakat sekitar tempat tinggal).
  6. Mampu mengelola perbedaan dalam kehidupan sehari-hari dengan baik.
  7. Mengikuti perkembangan masalah sosial melalui media massa dan memberikan tanggapan.
      1. Memiliki akhlak yang baik kepada lingkungan.
Memiliki budaya bersih.
Berdasarkan teori tersebut maka penelitian ini hanya akan mengkaji aplikasi dari pengembangan kompetensi yang sudah dijalankan di SMA Al Hikmah Surabaya. Penelitian ini mengacu dari teori Lippman et.al dan Standart mutu yang sudah dikembangkan di SMA Al Hikmah Surabaya.
Penelitian ini melihat kompetensi siswa dilihat dari kompetensi fisik, kompetensi psikologi, kompetensi sosial, kompetensi kognitif, dan kompetensi spiritual.
    1. Kerangka Pemikiran
Pada proyek akhir ini penulis meneliti tentang pengembangan kompetensi siswa yang mana sesuai dengan sasaran dan tujuan sekolah. Pada kompetensi sekolah ini berorientasi pada variabel kompetensi siswa.
Kompetensi
Siswa di Sekolah
Variabel kompetensi :
  1. Kompetensi Fisik
  2. Kompetensi Psikologi
  3. Kompetensi Sosial
  4. Kompetensi Kognitif
  5. Kompetensi Spiritual





Sumber : Lippman et.al (2008:5)


Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
Pengembangan Kompetensi Siswa di Sekolah












Tidak ada komentar:

Posting Komentar